Penajournalis.com Kab Bandung, – Perebutan tanah saling klaim terjadi kembali di Rancalame Desa Tegalluar Bojongsoang. Seakan tidak pernah usai dan tuntas, peristiwa tersebut makin marak. Diduga permasalahan tersebut akibat adanya perampasan hak tanah milik orang lain yang di klaim tanahnya telah di rebut, Jum’at (06/09).
Tanah Sumardi seluas 5.150 meter persegi dengan leter C No.1612 Persil 215 S l Blok pameutingan di sebut Kp. Rancacatang desa tegalluar yang mana bidang tanahnya belum pernah di perjual belikan pada pihak lain oleh pemiliknya maupun oleh para ahli warisnya baik sebagian atau seluruhnya.
Namun katanya di atas tanah milik Sumardi seluas 5150 meter persegi leter C No. 1612 Persil 215 S I Blok pameutingan sudah terbit sertifikat SHM Nomor: 01675 luas 5107 meter persegi. Tahun 2014 desa tegalluar milik haji konayah, Kata pik selaku pendamping ahli waris.
Lalu ahliwaris Sumardi di laporkan ke Polda Jabar dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan atau penyerobotan tanah dan larangan memasuki pekarangan rumah yang tertutup untuk proses pemeriksaan oleh Kompol Sulaeman sslim s.pd, SH .iptu Ade Hasan santoso.briptu Arif Rahmat Hidayat jajaran Kepolisian Polda Jabar.
Saat peninjauan dan pemetaan objec lahan atau tanah di lokasi hadir pihak ATR/BPN Soreang Edi dan staff pengukuran. Tak luput juga pihak pelapor dan terlapor hadir bersama jajaran Kepolisian Polda Jabar yang di pimpin Kompol Sulaeman sslim s.pd, SH sebagai Kepala Unit dan jajaran desa tegalluar serta bhabinkabtibmas.
Pihak BPN Edi mengatakan, “saya hanya bertugas dalam pengukuran tanah yang saat ini menjadi persoalan dari kedua pihak, dan saya tidak bisa memberikan keterangan detail atau rinci karena tugas saya mengukur saja, adapun keterangan yang lain-lain nanti juga saya pasti dipanggil polda jabar untuk di periksa, dan disitu saya akan berikan keterangan detail, “ucapnya.
Haji Ramdani selaku pihak pelapor dan oleh keluarga anak juga yang dikuasakan menjelaskan, “masalah ini dalam proses dan status quo, jadi saya berharap lahan di kosongkan jangan lagi di garap dan jangan juga seperti gaya preman, karena ini masih proses hukum.
“Saya minta keluar dari lahan dan tidak boleh digarap, karena masih status quo, “katanya.
Namun pernyataan tersebut dibantah oleh kuasa hukum sumardi, Alamsyah SH.MH dengan keras dan tegas membatah pernyataan pihak pelapor dengan jelas disaksikan pihak kepolisian dan kedua belah pihak, yang menurutnya ini belum atau bukan status quo.
“Saya setuju dengan pernyatan awal pihak pelapor, namun saya tegas mengatakan disini ada pa kanitnya dan semua staffnya dari polda jabar, bahwa ini bukan status quo, karena kami belum melakukan upaya hukum yang akan melaporkan anda, karena pihak pelapor sampai saat ini belum bis membuktikan dan memberikan sertifikat tanah kepada kami, lalu bagaimana ini bisa quo, kami belum reaksi, hanya saat ini baru mendampingi terlapor atau ahli waris.
“Coba seandainya dulu diberikan data sertifikatnya sudah saya pastikan saya lawan dengan jalur hukum dan tidak akan seperti ini, jadi bila pelapor sudah berikan kopian sertifikat pada ahli waris itu tidak benar, artinya bohong, karena pihak pelapor belum pernah berikan data atau berkasnya, nah nanti saya juga akan memohon minta berkasnya pada kepolisian yang menangani pemeriksaannya, “tegas Alamsyah.
Kanit mengatakan, “yah pak nanti dimohon saja karena kita penuh dengan prosedural dan persyaratan, nanti pasti kita berikan jika sudah dimohon. Nah saat ini masih dalam tingkat penyelidikan maka saya harap ini semua kondusif, dan kami berupaya untuk selalu mengikutibaspek hukum yang ada, jadi saya harap situasi tetap kondusif, “tegasnya.
“Saya minta juga sama pihak BPN ini, pa edi tolong secepatnya selesaikan dan saya menunggu jangan berlarut, karena ini bukan bidang saya, ini bidangnya BPN, jadi saya tunggu pa edi secepatnya, bila cepat maka ini tugas saya selaku polisi yang menangani kasus ini juga bisa cepat selesai, “ungkapnya.
Alamsyah SH.MH juga menegaskan pada edi pihak BPN, ini harus clear kok bisa badan sungai yang notabenenya sudah lama dan punya negara jadi bagian dari surat yang di splitsing, kok bisa. Padahal setau saya namanya saluran atau badan sungai itu punya fungsi tetap tidak boleh diganggu gugat itu, karena dari alam dulunya sudah ada, jadi kenapa bisa satu bidang dengan surat bisa nyebrang-nyebrang bikin sertifikatnya, buat saya aneh ini, nah ini ukur juga dan bahas sungainya, “pesan tegasnya.
(Red)
Editor : Asep NS