Penajournalis.com- Jakarta. Kejahatan Seksual yang diduga dilakukan Seorang pendeta Hanny Layantara terhadap ” anak rohaninya” dengan berulang-ulang di salah satu rumah ibadah di Surabaya merupakan kejahatan luarbiasa atau “extraordinary crime”.
Dengan demikian Hanny Layantara bakal diancam dengan hukuman minimal 10 tahun dan maksimal 20 tahun bahkan Hanny Layantara dapat juga diancam dengan pidana seumur hidup.
Mengingat perbuatan dan sanksi hukumnya sangat berat dan serius maka perkara ini harus diselesaikan dengan cara luarbiasa pula, cepat, tepat dan berkeadilan, demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait dua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia dalam rilisnya merespon penyerahan berkas perkara kejahatan seksual terhadap anak yang dilakukan Hanny Layantara (41) oleh Direskrimum Polda Jawa Timur kepada Jaksa hari ini Selasa 05/05.
Lebih jauh Arist Merdeka Sirait mengatakan bahwa rumah ibadah disemua agama dan keyakinan haruslah sungguh-sungguh dijaga kesakralannya dan mesti steril jauh dari prilaku tak terpuji apalagi kekerasan seksual.
Agar peristiwa memalukan ini tidak terulang lagi serta menjadikan kasus tercela ini sebagai kesadaran hahiki bagi para pemimpin umat, adalah tepat dan patut didukung kerja keras Polda Jawa Timur dalam mengungkap tabir kejahatan seksual terhadap anak yang diduga dilakukan Hanny Layantara sebagai pemimpin dan pelayan rumah ibadah.
Dari hasil penelusuran Tim Investigasi dan Advokasi Terpadu Komnas Anak melaporkan bahwa sejak terjadi sepanjang tahun 2006 -2011 disinyalir korban Hanny Layantara lebih banyak lagi, namun enggan untuk melaporkan karena pada umumnya korban sudah dalam status menikah.
Dari penelusuran tim.investigasi itu, korban selain dibujuk rayu untuk melakukan persetubuan dengannya diareàl rumah ibadah tetapi juga dengan mengabadikan dalam bentuk photo telanjang setiap korbannya, yang kebetulan tersangka mempunyai hobby sebagai photografer.
Oleh sebab itu, demi kepentingan terbaik dan keadilan hukum bagi korban, Komnas Perlindungan Anak sebagai lembaga independen di bidang Perlindungan Anak yang diberikan tugas dan fungsi untuk memberikan pembelaan dan perlindungan anak di Indonesia, akan terus memantau proses hukum atas kejahatan seksual luarbiasa ini sampai mendapatkan keputusan yang berkekuatan hukum tetap.
Sementara itu, didapat kabar bahwa penasehat hukum Hotma Sitompul dan Jefri Simatupang yang ditunjuk Hanny Layantara atas peristiwa telah mendaftarkan gugatan praperadilan Polda Jawa Timur atas penahanan dan penetapan Hanny Layantara sebagai tersangka.
Alasan hukum yang disampaikan bahwa kasusnya dianggap kaladuarsa dan tidak ditemukan bukti-bukti hukum yang cukup sesuai dengan KHUPidana dan kasusnya dipaksakan.
Menanggapi praperadilan yang dilakukan Hanny Layantara, Arist Merdeka menanggapinya dengan penuh keyakinan bahwa berdasarkan pengalaman empiriknya dalam memberikan pemdampingan dan pembelaan terhadap bebagai kejahatan terhadap anak, dengan ditetapkannya sebuah berkas perkara tindak pidana sudah lengkap dan P21 oleh tim Jaksa, gugatan praperadilan itu akan ditolak oleh Pengadilan.
Atas peristiwa yang telah dinyatakan lengkap dan P21 oleh Jaksa itu menandakan bahwa kasus kejahatan seksual yang diduga dilakukan Hanny sudah dapat dilanjutkan untuk kemudian disusun dakwaan.
Berdasarkan pengalaman empirik selama melakukan pendampingan atas kasus-kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia saya berharap keadilan berpihak pada orang benar.
Dengan tidak mendahului puutusan hukum atas perkara ini, adalah hak setiap warga negara untuk mengajukan keberatan hukum atas sebuah peristiwa hukum yang dianggap merugikan termasuk mempraperadilkan penyidik atas tindakan yang dianggap menyalahi prosedur.
Langkah hukum yang ditempu sang pendeta itu patut dihormati. Namun saya percaya bahwa demi kepentingan terbaik anak dan aladan-alasan hukum hakim akan mempertimbangkan dari aspek perlindungan anak dalam memutus gugatan praperadilan itu. Namun kita tunggu saja putusan hakim nanti, jelas Arist. (Red).
( Boim / Aripin )