Lintas DaerahLintas ProvinsiNews

“Fokus Penting Masa Pandemi : Perdagangan Pangan dan Logistik Jangan Terganggu”

144
×

“Fokus Penting Masa Pandemi : Perdagangan Pangan dan Logistik Jangan Terganggu”

Sebarkan artikel ini

“Fokus Penting Masa Pandemi : Perdagangan Pangan dan Logistik
Jangan Terganggu”
Narasi Institute pada Selasa (21/04/2020) yang lalu menyelenggarakan
diskusi online dengan para jurnalis yang membahas tema “Ketahanan
Pangan dan Covid 19”.
Diskusi tersebut menampilkan dua pembicara yakni Dr Bayu
Krisnamurthi, mantan Wakil Menteri Pertanian RI 2010-2011 dan Prof
Dr Bustanul Arifin, Guru Besar Ilmu Pertanian Unila, Lampung.
Masalah ketahanan pangan di dalam negeri khususnya pada masa
pandemi covid 19 menjadi hal krusial, hal mana terdapat dua hal yang
harus menjadi perhatian, yakni pilihan kebijakan publik yang dilakukan
pemerintah guna mengatasi dampak penyebaran wabah covid 19
dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan karantina wilayah
yang juga dilakukan secara mandiri oleh beberapa daerah.
Langkah PSBB dan karantina wilayah tentunya harus juga
memperhitungkan faktor ketersediaan pangan di wilayah-wilayah
perkotaan dan pedesaan, juga agar langkah tersebut jangan sampai
mengganggu dua hal vital yakni sektor perdagangan dan arus logistik.
Ketahanan pangan dalam negeri terkait cadangan pangan di masa
pandemi menjadi penting mengingat dua negara tetangga yakni
Thailand dan Vietnam diketahui tidak akan mengekspor beras mereka
dalam enam bulan ke depan, untuk kebutuhan dalam negeri.
Apa saja langkah yang sebaiknya dilakukan terkait kebijakan publik di
masa pandemi covid 19, khususnya untuk tetap menjaga ketahanan
pangan dalam negeri tetap stabil? Berikut rangkuman presentasi dua
narasumber diskusi di bawah ini :

Dr. Bayu Krisnamurthi:
Tema penting yang harus dijadikan fokus bahasan saat ini adalah,
bagaimana seharusnya kebijakan publik dalam masa pandemi covid 19
khususnya yang mempunyai implikasi terkait pangan.
Difahami, bahwa kondisi pangan dalam negeri tidak sempurna yang
selama ini memang menyimpan banyak masalah. Hal itu terjadi bahkan
sebelum adanya covid 19. Terdapat masalah-masalah terkait pangan
yang sangat serius dilapangan.
Dengan pandemi ini, muncul tambahan tantangan di tengah-tengah
masalah yang membelit pangan. Masalah Bulog, ihwal perberasan,
gula, hutang Bulog dan lain-lain.
Kebijakan publik harus memahami dengan benar hal apa saja yang
terganggu dengan adanya covid 19. Hal paling serius harus diperhatikan
adalah sektor Perdagangan dan Logistik. Kebijakan publik harus
bersandar pada dua isu vital tersebut.
Di masa pandemi seperti sekarang sebenarnya kapasitas produksi
pangan tetap stabil, jumlah truk angkutan untuk transportasi pangan
juga tetap. Konsumen tetap, begitu pula aspek demand. Demand di
Jakarta tak banyak berubah, hanya saja terdapat pergeseran dari lokasi
hotel dan restoran ke sektor rumah tangga.
Kebijakan publik memahami bahwa isolasi dan karantina wilayah
adalah langkah paling penting untuk mengatasi covid 19. Tetapi ada
konsekwensi tersendiri jika langkah itu dilakukan, yakni sektor
perdagangan dan logistik kemungkinan besar akan terganggu.
Sebagai contoh di Gresik dan Sidoardjo Jawa Timur. Disana terdapat
seratus lebih kelurahan yang melakukan local lockdown. Hal itu pasti

membuat distribusi logistik terganggu. Tidak hanya beras, tetapi sayur
mayur juga akan terganggu jika distribusi terlambat.
Untuk itu yang bisa direkomendasikan dalam kebijakan publik adalah
beberapa hal di bawah ini:
Pertama, Logistik pangan dan produk pertanian jangan sampai
terganggu di desa-desa.
Kedua, para pelaku industri pangan olahan segar dan kemasannya
harus dijamin agar tetap bisa bekerja. Contoh bagus telah dilakukan
oleh Kemenperin dengan menerbitkan Surat Keputusan kepada industri
pangan yang dipersilakan untuk tetap beroperasi. Surat itu penting bagi
karyawan industri pangan agar bisa bebas berangkat dari rumah
berbekal surat Kemenperin.
Ketiga, semua pihak harus membantu pemerintah dalam memonitor
sektor produksi dimana saja. Memeriksa apakah jaringan supplier
produksi terganggu atau tidak. Begitu pula dengan kesehatan petani
dan kondisi produk pertanian di desa dan lainnya.
Keempat, harus ada jaminan bahwa jalur logistik dari sentra-sentra
produksi ke perkotaan tidak boleh terganggu.
Kelima, Kualitas gizi menjadi super penting. Arus logistik untuk produk
makanan yang sehat juga menjadi amat penting diperhatikan.
Prof Dr Bustanul Arifin :
Tidak ada yang mengetahui kapan wabah covid 19 akan berakhir. Oleh
karenanya “Visi Indonesia 2045” yang telah digaungkan beberapa
waktu lalu menarik untuk dipertanyakan : Apakah visi tersebut akan
dapat terpenuhi?

Visi Indonesia 2045 telah dicanangkan untuk membangun SDM dalam
negeri. Jika bangsa ini tidak mampu melakukan semua prasyarat dan
prakondisi untuk mencapai Visi besar itu dari sekarang, maka besar
kemungkinan Indonesia akan terjebak pada midle income trap, atau
“tua sebelum kaya”.
Realitas saat ini, dengan adanya situasi yang tidak menentu di masa
pandemi maka pembangunan SDM ke depan pasti akan terganggu.
Midle Income Trap sekalipun, tak akan tercapai.
Per 16 April 2020 kemarin, pertumbuhan ekonomi dunia diramalkan
akan minus. Diantaranya negara-negara ASEAN akan minus 7 persen
Negara-negara Afrika diperkirakan akan minus 9 persen. Itu sangat
besar sekali. Semua mengalami pertumbuhan negatif.
Dalam situasi buruk seperti sekarang, dua hal penting dipastikan akan
mengalami gangguan yakni sektor perdagangan pangan dan barang di
dalam negeri. Untuk itu, rasanya sulit opitimis jika perdagangan
bermasalah.
Ihwal ketahanan pangan, dalam dokumen resmi negara disebutkan
bahwa ketahanan pangan dimaksudkan juga untuk meningkatkan
kesejahteraan petani. Target pemerintah menyebutkan produksi petani
ditargetkan akan dinaikkan empat kali lipat. Tetapi hal itu tentu sangat
sulit sekali dicapai dalam kondisi sekarang.
Harus diperhatikan lagi mana daerah dan wilayah yang dalam grafis
berada dalam zona aman pangan, serius dan darurat pangan. Harus
dihindari muncul kembali kasus stunting karena gagalnya ketahanan
pangan di daerah terlebih pada era sulit saat ini.
Karenanya pemenuhan kecukupan pangan dan gizi bagi ibu hamil dan
balita dalam dua tahun pertama sangat krusial.

Untuk itu direkomendasikan–berdasarkan pelajaran dari kasus
komoditas bawang putih yang 95 persen tergantung impor–stabilisasi
harga pangan harus dapat diselesaikan melalui peningkatan governansi
administasi RIPH dan SPI. Hal itu diharapkan dapat memperkuat sistem
produksi dan pasokan pangan domestik yang menjadi kunci penting
bagi ketersediaan dan stabilisasi harga pangan pokok strategis. Apalagi
diketahui harga di lapangan untuk gabah masih tinggi.
Hari-hari terakhir ini banyak sekali permintaan beras terkait
penanganan pandemi baik dari relawan, pemda dan lain-lain. Maka
yang harus dijaga adalah agar persediaan barang jangan sampai habis.
Kalau itu terjadi maka akan lebih berbahaya.
Kondisi komoditas pangan di lapangan terpantau stabil. Kecuali bawang
merah, holtikultura lain terkendali. Sedangkan harga gula sejak februari
2020 naik tinggi karena produksi dalam negeri tidak cukup dan
tergantung dari impor. Sedangkan izin impor bermasalah, sementara
keputusan membolehkan gula rafinasi untuk konsumsi masih dalam
proses persetujuan.
Beberapa hal di bawah ini kiranya dapat dijadikan bahan masukan
terkait penanganan masalah pangan dalam negeri di masa krisis
pandemi covid 19:
Pertama, petani sebaiknya diberikan jaminan agar tetap diizinkan
memanen ke sawah dan juga diberikan insentif.
Dalam konsisi PSBB saat ini, tingkah laku dan psikologi pasar menjelang
ramadahn dan Idul Fitri akan ikut mempengaruhi pola tingkah laku
komoditas pangan di pasaran.
Kedua, perlu untuk mewaspadai harga daging ayam ras, dan telur ayam
ras, yang kemarin turun signifikan. Harus dijaga agar distribusi dari
peternak ke pasar jangan sampai terhambat akibat PSBB.

Ketiga, perlu dipikirkan secara serius agar proses produksi dari petani
sampai ke jaringan distribusi ke konsumen bisa tetap lancar, dan harga
bisa terjangkau.
Keempat, sebagai perbandingan, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald
Trump Kemarin telah mengalokasikan anggaran sekitar Rp300 triliun
untuk membantu sektor pertanian dan pangan di AS. Dari angka itu
Rp250 triliun dialokasikan untuk membantu petani dari sisi pembelian,
subsidi, jaminan harga dan seterusnya.
Sedangkan Rp50 triliun lagi digunakan untuk pembelian bahan
makanan dari petani lalu di packing menjadi bahan siap saji dan
diletakkan di food bank di kota-kota besar. Dibagikan kepada
masyarakat oleh para relawan.
Di Indonesia, alternatif penggunaan dana desa untuk membantu sektor
pertanian bisa dijadikan pilihan dalam upaya menolong para petani
kita. Namun tetap dengan protokol yang benar. (Pso)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *